Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bukan Hanya Sekadar Pengulangan

 

Dalam dinamika kehidupan sosial dan budaya, manusia jamak menemui “pengulangan”. Saban orang memiliki tafsir tersendiri tentang pengulangan yang identik dengan mengulang. Berikut sebuah pengulangan yang bukan hanya sekadar mengulang.


 


Akhir-akhir ini dalam hal menulis, saya begitu acak. Baik dalam menulis, mencari ide, dan lain sebagainya. Tak jarang ketika telah menemukan ide yang menurut kita matang dan siap untuk dieksekusi, namun tidak jadi diabadikan dalam wujud tulisan.

 

Lain sisi, ketika tak ada angin dan hujan dan juga tanpa secangkir kopi dan iringan lagu, hati berkehendak untuk menulis. Dalam tempo yang tidak lama, lahirlah sebuah tulisan.

Ketika sinar mentari merangsak memasuki jendela, saya mencoba melakukan pengulangan yang bukan hanya sekadar mengulang. Tentang beberapa peristiwa yang pernah saya alami khususnya di bulan dimana bendera pusaka ‘Sang Merah Putih’ berkibar karena dibelai angin.  

 

Pengulangan dalam hal organisasi. Beberapa pekan yang lalu, saya telah mengulang beberapa hal dalam organisasi. Seperti rapat di sebuah rumah yang besar saja belum, dan di sekitarnya terdapat gundukan pasir. Ketika aku masih mengeja alfabet, daerah itu menurutuku merupakan daerah yang agak menyeramkan.

 

Walau dekat dengan keramaian seperti warung kopi, tak membuat diriku yang dulu berani menaklukan malam yang sunyi ketika melintasi dearah tersebut. Biasanya, ketika melintasi daerah yang dekat dengan pemakaman di malam hari, saya mendekap erat orang yang mengendarai sepeda dan memejamkan mata saya. Berharap, kuburan segera terlalui.

 

Begitupun ketika usia remaja, ada nuansa tersendiri ketika berlayar di daerah itu. Kisah tentang penjual serabi, ketan, dan jalanan yang terkadang sepi nan sunyi menjadi hawa tersendiri. Nampaknya, beberapa tahun ke depan, sebelum diri ini memutuskan berkelana menjelajahi bumi, daerah itu akan senantiasa saya lalui.

 

Dan menjadi saksi bisu bagaimana diri ini menjalani pengulangan yang bukan hanya sekadar mengulang. Hal itu telah terjadi beberapa pekan yang lalu. Tepatnya di rapat organisasi pemilihan ketua baru. Mengangkat tema yang besar, namun dalam diri saya senantiasa bertanya, apakah punggawa organisasi tahu (khususnya saya) tentang arti penting tema yang terpasang di banner.

 

Rumah yang berawarna biru menjadi salah satu di antara beberapa saksi bisu di pagi hingga sore saya menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida. Saya berharap, semoga bisa ngansu kaweruh bersama kawan-kawan agar organisasi kita ke depannya, dapat bersaing secara sehat.

 

Selain itu, pengulangan juga terjadi dalam hal belajar. Lagi, saya bertanya pada diri saya, apakah hidup merupakan suatu proses pengulangan, dan bukankah terdapat titik perbedaan dalam suatu proses. Contoh kecilnya waktu, tentu tidak sama. Mengingat, saya masih kurang ilmu dan pengetahuan dalam menjabarkan hal itu, maka dalam tulisan ini saya maknai pengulangan secara mainstream.  

 

Pengulangan yang bukan hanya sekadar mengulang, dua semester di perguruan tinggi tertua di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi, dan satu semester dengan nilai sempurna di perguruan tinggi yang berpusat di Tangsel. Namun, kegelisahan menjadi “akademisi” masih terjadi. Hingga sekarang, belum bisa istiqomah dalam melakukan penelitian dan pengabdian kepada rakyat.

 

Selain itu, dalam hal organisasi hanya mampu menjadi pembantu. Belum bisa menjadi seperti yang diharapkan kawan-kawan. Semoga keistiqomahan bergerilya dalam wujud tulisan menjadi pembeda, sehingga menimbulkan pengulangan yang bukan hanya sekadar mengulang.

 

Di beberapa pekan yang lalu, saya juga telah berjumpa dengan beberapa orang. Ada quote menarik yang keluar dari mulut Sahabat Anas untuk menutup tulisan hari ini yakni ideologisasi tidak akan pernah terjadi tanpa dialektika.

 

 

 

Bersama angin kemarau yang berhembus di bulan kemerdekaan